SEJARAH
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga lahir dengan penuh tantangan. Kondisi negara tak menentu, jumlah tenaga pengajar kurang, ruangan tak terurus, hingga status tak jelas. Namun semua tantangan itu mampu dilewati dengan semangat dan kerja keras. Periode bersejarah ini akan menjadi bagian yang penting dalam jejak-langkah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FKUA). Ini adalah periode yang penuh tantangan. Seiring dengan suramnya pemerintahan Republik lndonesia Serikat (RIS), FKUA juga mengalami banyak kesulitan. Kondisi negara sedang carut-rnarut akibat peperangan dan kacau administrasi akibat tidak stabilnya pemerintahan. Selain kesulitan menyangkut peralatan untuk pendidikan, jumlah rnahasiswa, jumlah tenaga ahli, hingga kesulitan pembiayaan untuk pengelolaan fakultas.
Setelah Jepang menyerah, pemerintah pendudukan Belanda masuk kembali. Perjalanan berikutnya, tepatnya 1 September 1948, oleh pemerintah pendudukan Belanda membuka kembali Perguruan Tinggi kedokteran dengan nama: Faculteit der Geneeskunde di Iakarta dan cabangnya pimpinan Faculteit der Geneeskunde Surabaya dijabat Prof. A.B. Droogleever Fortuyn, pakar Ilmu Hewan dan Genetika. Tahun 1949, pakar biokirnia dan ilmu faal Prof. Dr. G.M. Streef menggantikan Prof. A. B. Droogleever Fortuyn. Namun, dengan adanya penyerahan kedaulatan Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia, 29 Desember 1949, juga membawa dampak di dunia pendidikan. Faculteit der Geneeskunde di Surabaya (dan di Jakarta) kemudian juga diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, 1 April 1950, Prof. G. M. Streef menyerahkan jabatan ketua Faculteit der Geneeskunde kepada Prof. Dr. M. Syaaf. Di masa Pemerintahan Republik ini, nama Faculteit der Geneeskunde diganti menjadi Fakultet Kedokteran di Iakarta serta cabangnya Fakultet Kedokteran Surabaya. Dengan demikian Pemerintah Indonesia mempunyai 3 fakultas kedokteran, yaitu di Iakarta, Surabaya dan Yogyakarta (Universitet Gajah Mada termasuk Fakultet Kedokterannya telah didirikan 1949). Faku1tetKedokteran cabang Surabaya baru memulai pendidikan dan mahasiswanya baru di tingkat II, yang sebagian besar dari Faculteit der Geneeskunde. Surabaya menjadi prioritas utama bagi pendirian universitas baru. Menteri Pendidikan Waktu itu, Muhammad Yamin berpendapat, di Surabaya sudah ada beberapa fasilitas pendukung. Di Iawa Timur ada beberapa laboratorium dan pernah menjadi pusat penyelidikan industri gula dan perkebunan yang bisa menjadi supporting system bagi perguruan tinggif” Di Surabaya sudah terdapat infrastruktur pendukung pendidikan warisan kolonial, yaitu NIAS beserta per lengkapannya.
Surabaya juga pusat pengembangan Wilayah Indonesia Timur. Surabaya j uga ibukota Propinsi Iawa Timur yang berpenduduk lebih dari 18.000.000 jiwa (tahun 1954). Oleh karena itu, pendirian universitas di kota Surabaya merupakan tindakan yang bertanggung-jawab dan memenuhi cita-cita masyarakat Iawa Timur dan bangsa Indonesia. Cita-cita itu adalah : Dengan mengakhiri fase perdjuangan untuk mentjapai dan menegakkan kemerdekaan, maka perdjuangan Bangsa Indonesia pada dewasa ini memasuki tingkatan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan dalam lapangan tehnik, indonesianisasi, perekonomian dan industrialisasi, perkembangan kesenian dan kebudajaan umumnja ditudjukan kepada tertjapainja kesedjahteraan dan kebesaran Bangsa dan Negara. Guna pembangunan itu, maka dibutuhkan tidak hanja tenaga kedjuruan menengah jang tak terbatas banjaknja, akan tetapi djuga tenaga ahli bagian atas jang berpendidikan tinggi dalam djumlah jang besar.
Dan hari bersejarah itu jatuh pada hari Rabu, 10 November 1954. Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno meresmikan berdirinya Universitas Airlangga. Universitas Airlangga adalah universitas pertama yang didirikan pemerintah setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan berdirinya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia (NKRI).[4] Pendiriannya adalah dengan menggabungkan cabang dua universitas berbeda di Surabaya, yaitu Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi cabang dari Universiteit van Indonesia cabang Surabaya yang didirikan negara federal, serta Fakultas Hukum cabang Universitas Gadjah Mada yang didirikan pernerintah Republik. Iadi, dapat dikatakan bahwa pendirian Universitas Airlangga adalah penyatuan dua institusi berbeda dan secara politis pernah berseberangan. Bisa dikatakan pula bahwa Universitas Airlangga adalah universitasipemersatu. Spirit persatuan inilah yang Presiden Soekarno ingin hidupkan dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan.
Selanjutnya, FKUA segera menetapkan bendera fakultas yang dikibarkan bersama-sama bendera fakultas-fakultas lain di lingkungan Universitas Airlangga di samping sang Merah Putih. Namun, di antara semangat nasionalisme dan merdeka dari penjajah asing, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Sebagai negara yang baru lahir dan belurn banyak pengalaman mengelola perguruan tinggi, Indonesia belum memikirkan dasar pendirian perguruan tinggi yaitu Undang-Undang Perguruan Tinggi. Dasar pendirian Universitas Airlangga pun bukan undang-undang tetapi Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1954 yang berlaku pada 10 Nopember 1954 dan ditetapkan di Iakarta pada 1 Nopember 1954 oleh Presiden Soekarno.f5] Dalam peraturan pemerintah tersebut disebutkan Universitas Airlangga terdiri dari Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi di Surabaya, Fakultas Hukum Sosial dan Politik di Surabaya, Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Malang, dan Fakultas Ekonomi di Surabaya. Pada 10 Nopember 1954 ketika universitas diresmikan sebenarnya Fakultas Ekonomi secara riil belum ada walaupun sudah disebut-sebut dalam peraturan pemerintah.
Karena perkuliahan dan ujian di Universitas Airlangga masih tergantung pada Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada, maka pemerintah kemudian mengatur pemisahan niereka. Legalitas pernisahan terlaksana pada 1 April 1955 yang ditandatangani Presiden Universitas Airlangga (A.G.Pringgodigdo), Presiden Universitas Indonesia (Bahder Djohan), dan Presiden Universitas Gadjah Mada (M. Sardjito) pada 9 April 1955 di Surabaya. Pemisahan tersebut termasuk penyerahan kantor cabang dari universitas bersangkutan dengan segala perlengakapnnya dan gedung-gedung perkuliahan, serta penyerahan para pegaWai.[6] Setelah pemisahan itu, Universitas Airlangga berkedudukan sejajar dengan Universitas Indonesia dan Universitas Gadj ah Mada dengan status sebagai universitas negeri.
Fakultet Kedokteran cabang Surabaya, yang baru dipisahkan dari induknya Fakultet Kedokteran Universitet Indonesia pada 1954, digabungkan ke Universitas Airlangga. Universitas Airlangga Iahir ketika Indonesia baru mengakhiri peperangan panj ang serta menyedot banyak sumber daya. Kedatangan kembali pasukan Belanda ke Indonesia disarnbut perlawanan sengit oleh rakyat Indonesia. Akibatnya berbagai infrastruktur rusak, perekonomian macet, konsolidasi politik mengalami banyak gangguan. Itu berimbas pada keberadaan universitas. Tantangan lain yang dihadapi adalah gedung untuk perkantoran dan perkuliahan masih sangat sedikit dan terpisah-pisah. Perkuliahan terpencar-pencar; Fakultas Kedokteran menempati gedung NL/XS bersama Fakultas Kedokteran Gigi, sementara fakultas Iain di tempat terpisah.
Presiden Universitas Airlangga, Prof Mr. A. G. Pringgodigdo, pernah membuat laporan tahunan yang mengungkapkan kondisi gedung-gedung perkuliahan. Beberapa gedung sudah mengalami pelapukan atap, sehingga terpaksa tidak bisa dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar. Bahkan, ada beberapa bagian yang atapnya sudah benar-benar roboh. Di awal berdiri, FKUA mewarisi gedung-gedung dari sekolah dokter NIAS era Hindia Belanda. Gedungnya memang besar dan Iuas untuk ukuran kala itu, namun jurnlah peserta didik ternyata jauh lebih besar. Kala itu, yang direncanakan adalah menampung beberapa ratus mahasiswa. Ternyata, yang harus ditarnpung sampai 1.800 mahasiswa.
Kepadatan ini ditambah Iagi dengan sekitar 400 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi yang juga menempati gedung warisan NIAS. Dari segi jumlah mahasiswa, ada peningkatan peningkatan jumlah mahasiswa yang melamar masuk untuk tingkat pertama adalah sebagai berikut; ada 200 pelamar pada 1952, 250 pelamar pada 1953, 400 pelamar pada 1954, 550 pelamar pada 1955. Iika ditambah dengan mahasiswa dari tingkat lebih atas, penghuni kampus FKUA mendekati angka 2.000 orang. Yang menjadi dilema adalah Peraturan Pemerintah kala itu mengharuskan semua pelamar diterima. Padahal, tempat yang tersedia hanya 200 per penerimaan per tahun.
Jumlah besarnya mahasiswa ini membawa kesulitan-kesulitan di berbagai bidang lain. Misalnya, tidak tercukupinya jumlah tenaga pengajar, alat-alat perkuliahan, dan bahan-bahan untuk praktikum. Selain itu, banyaknya mahasiswa juga berdampak pada lebih panjangnya Waktu untuk ujian. Maka, agar pendidikan bisa berjalan lebih normal dan eiisien, pihak Universitas Airlangga pada 1956 menetapkan jumlah penerimaan mahasiswa baru dibatasi 150 -175 mahasiswa.
Perubahan demi perubahan kemudian terjadi cepat dan bergelombang. Setelah adanya pengakuan kedaulatan atas Republik Indonesia Serikat pada 1949, staf dari Belanda berangsur angsur pulang ke negeri mereka. Begitu juga dengan para tenaga ahli kedokteran. Sebagian dari mereka memang masih bertahan. Namun, seiring dengan memanasnya perselisihan masalah Irian Barat, tahun 1958 banyak dosen Belanda meninggalkan Indonesia. Pada saat yang sama, Presiden Soekarno pada 27 Desember 1958 mengeluarkan UU nomor 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia, antara lain; Perusahaan Perkebunan, Netherlansche Handels Mattscapij, Perusahaan Listrik, Perusahaan Perminyakan, hingga CBZ yang saat ini menjadi RSCM. Soekarno juga membuat kebijakan-kebijakan anti-Belanda antara lain, memindahkan pasar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen (Ierman Barat), aksi mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia, melarang maskapai penerbangan KLM melintasi Wilayah Indonesia, hingga melarang pemutaran film-film berbahasa Belanda
Kepergian staf kepegawaian dari Belanda ini harus ditutupi oleh tenaga dari negeri sendiri. Tenaga-tenaga pengganti ini sebelumnya sudah terlatih menjadi asisten. Meski demikian, jumlah tenaga dari kaum boemipoetra ini masih sangat kurang. Begitu juga dengan tenaga ahli untuk jadi pengajar. Para ahli dari kalangan boemipoetra jumlahnya ternyata masih sangat sedikit. Berbagai upaya’ dilakukan untuk melanjutkan perkuliahan. Untuk mengatasi kekurangan tenaga dosen, banyak mahasiswa diangkat menjadi asisten dosen, yang kemudian mereka dapat mengaj ar mahasiswa tingkat rendah.
Pengelola FKUA juga membentuk tenaga-tenaga pendidikan. Rencana ini sangat penting dengan pertimbangan jika tidak ada cukup staf yang loyal maka fakultas tidak akan bisa menyusun barisan, menetapkan kebijakan, dan menjalankan kurikulum. Tenaga-tenaga pendidikan yang dibutuhkan adalah yang cakap, yang bisa melayani orang-orang sakit, sekaligus yang bisa mendidik mahasiswa dan melakukan penelitian. Ini rencana dengan waktu sangat panjang, apalagi kala itu kondisi ekonomi belum menjadi simultan bagi para asisten. Gaji tidak cukup, perumahan dan transportasi tidak dijamin.
Tahun 1959 dilakukan terobosan lain adalah mengadakan afiliasi dengan University of California Medical Center di San Francisco dari Amerika Serikat. Penandatanganan kontrak afiliasi dilakukan 8 Iuli 1959 di Washington, DC. Kontrak afiliasi enam tahun itu untuk meningkatkan mutu pendidikan dokter serta meningkatkan mutu staf pengajar FKUA. Selama program afiliasi, 29 tenaga pengajar dari Amerika Serikat datang ke Surabaya dan 89 tenaga pengajar FKUA dikirim ke University of Calfornia untuk memperdalam ilmu di bidang masing-masing. Selama program afiliasi, tercatat tiga ‘Chief of Party’ (kepala tenaga Amerika Serikat di Surabaya) yaitu Dr. W D. Forbus (1960 – 1962), Dr. William A. Reolly (1962 – 1963), dan Dr. Donald L. Ferris (1963 – 1935). [8] Kerjasama ini bagian dari persetujuan antara pemerintah pusat di Iakarta dan pemerintah Amerika Serikat untuk memajukan pendidikan tinggi di Indonesia. Awalnya (1953 – 1959), kerjasama pendidikan ini disalurkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Iakarta. Sejak 1960, bantuan pendidikan itu dialirkan ke Surabaya. Lewat kerjasama ini, FKUA memiliki alat-alat studi yang cukup, perpustakaan yang memadai, kurikulum yang efrsien, dan staf pengajar yang cukup banyak dan berkualitas.
Permasalahan lain juga muncul dari bidang penglengkapan. Kala itu, harga-harga barang terus meningkat akibat inflasi. Awal yang disediakan pemerintah untuk PKUA pada awal tahun anggaran selalu tidak pernah mencukupi hingga akhir tahun anggaran. Saat barang ada, uang nya tidak ada sehingga harus dimintakan pada pemerintah. Saat uangnya turun, besar kemungkinan barangnya sudah dibeli pihak Iain. Kalau toh masih ada, biasanya harganya telah naik jauh. Ini membuat uang dari pemerintah tidak Iagi mencukupi untuk membeIinya. FKUA mengalami empat masalah mendasar di masa peralihan; Peralatan dan perlengkapan untuk pelajaran, Pendidikan tenaga-tenaga ahli, Pengendalian pemborosan akibat sistem keuangan, dan Membiayai pembelian-pembelian yang mendesak. Namun, masa-masa sulit itu bisa diatasi dengan keuletan dan kerja keras. Untuk mengatasi membludaknya jumlah mahasiswa pada era 1952-1955, dilakukan program percepatan. Antara lain, mempercepat masa choschap sehingga bisa menghemat waktu.
Dalam kondisi mendesak seiring perginya staf, pengajar, dan asisten, para pengelola FKUA merekrut tenaga ahli dari Iuar negeri agar aktivitas perkuliahan sehari-hari bisa berjalan. Yang direkrut antara lain Dr. Karmell dari Wina (Austria), Dr. Hautman dari Swiss, Dr. Schumacher dan Prof. Geygster dari Ierman Barat, Prof. A. Rahman dari Bangladesh, dan Dr. Lewis dari WHO. Untuk tenaga asisten dosen, juga didatangkan dari luar negeri (Ierman, Belgia, India hingga Hongkong). Mereka sudah dokter atau masih mahasiswa. Banyak juga mahasiswa senior diangkat menjadi asisten dosen yang kemudian mengajar mahasiswa tingkat rendah. Masalah tentang tenaga pengajar ini mulai teratasi setelah FKUA berhasil meluluskan sejumlah dokter. Dalam periode 1955 -1956, jumlah lulusannya masih beberapa dan kebanyakan langsung direkrut menjadi tenaga pengaj ar. Periode berikutnya, lulusannya secara alami jadi bertambah banyak. Pada 1959, sudah ada 63 lulusan. Era berikutnya, sudah lebih dari 100 lulusan. Nah, dengan munculnya dokter-dokter baru produk dalam negeri itu, segera dapat dididik para spesialis. Misalnya, hingga 1964, sudah 112 dokter mendapat brevet spesialis di 10 bidang.
Dalam program afrliasi ini, FKUA menerima bantuan berupa segala alat yang diperlukan untuk pendidikan dokter dan untuk pendidikan ahli, termasuk alat penelitian, bahan-bahan kimia, hingga perlengkapan laboratorium. PKUA menerima sekurang-kurangnya satu buku untuk tiap mahasiswa dan untuk tiap mata pelajaran kala itu. FKUA juga menerima visiting professor (jika perlu untuk tiap mata pelajaran), serta ahli teknik, yang masing-masing bekerja antara enam bulan hingga dua tahun menurut kebutuhan. FKUA juga bisa mengirim dokter-dokter ke Amerika Serikat untuk advanced training. Namun, afiliasi yang seharusnya berlangsung sampai 1966 ini terpaksa berhenti pada 1965, karena kondisi politik yang kurang menguntungkan. Kala itu,sudah ada prolog peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI. Fakultas Kedokteran tak luput dari gejolak politik itu. Tak pelak, pada 1966 saat dikelola dekan Prof. Asmino, Fakultas Kedokteran sempat tutup enam bulan (Buku Jejak Jiwa Lintasan Zaman, Peringatan 1 Abad pendidikan Dokter di Surabaya).
LAB
- LABORATORIUM ASAD-C
- FASILITAS PENUNJANG PRAKTIKUM
PROGRAM STUDI
Undergraduate Program Studi Sarjana (S1)
Fakultas Kedokteran merupakan fakultas tertua yang ada di Universitas Airlangga. Bahkan lahirnya fakultas yang mencetak para dokter itu telah ada pada masa pendudukan pemerintahan Hindia Belanda, jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1913.
Dengan jejak langkah yang sudah memiliki deretan historis, tak salah bila FK UNAIR menjadi salah satu tumpuan kemajuan dan roda perkembangan universitas serta peradaban besar dunia kedokteran di Indonesia.
Saat ini FK UNAIR mengelola 2 (dua) program studi sarjana (S1) yaitu Kedokteran dan Kebidanan.
Program Strata 1 ditempuh selama 8 semester dengan 146 SKS. Peserta didik yang telah menyelesaikan Program Studi Strata 1 Kedokteran akan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked), dan lulusan dari Program Strata 1 Kebidanan akan mendapatkan gelar Sarjana Kebidanan (S.Keb).
Postgraduate Program Spesialisasi 1
Sebagai garda terdepan pencetak dokter-dokter unggul di Indonesia, FK UNAIR berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi dunia kesehatan. Salah satu peran penting tersebut adalah mendidik dokter-dokter spesialis.
PPDS FK UNAIR bertujuan untuk mencetak dokter-dokter unggul yang terampil dan berpengetahuan mumpuni dengan mengedepankan etika kedokteran dalam menjalankan profesi. Selain itu, peserta PPDS diarahkan untuk terus mengembangkan kapasitas keilmuan dengan melakukan riset. Hasil riset tersebut telah dipublikasikan di berbagai jurnal kedokteran, yang merupakan sumbangsih yang sangat berarti dalam pengembangan keilmuan di masing-masing bidang.
Bagi profesi dokter yang akan memperdalam kompetensi profesional klinis di bidang tertentu, FK UNAIR menyelenggarakan 25 Prodi Spesialis 1. Pola pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ini memakai konsep belajar aktif, dengan tekanan pelatihan keprofesian di bidang masing-masing melalui kerja praktek di RS pendidikan utama dan jejaring dengan bimbingan intensif penyelia atau staf pengajar.
Postgraduate Program Spesialisasi 2
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Spesialis II/ atau Subspesialis adalah program pendidikan yang menghasilkan tenaga third professional degree yang merupakan jenjang lanjut pendidikan dokter Spesialis (second professional degree). Program pendidikan ini akan menghasilkan dokter Spesialis Konsultan (K) yang mempunyai kompetensi klinis kekhususan dan kemampuan akademik lanjutserta berkualitas sebagai seorang konsultan yang profesional seperti yang ditetapkan dalam standar Nasional Kompetensi sebagai Konsulen.
Program pendidikan ini bersifat akademis profesional karena merupakan perpaduan pendidikan akademik yang bercirikan pendalaman ilmu dan pendidikan keprofesian yang bercirikan pencapaian kompetensi profesi.
FK UNAIR menyelenggarakan 8 Prodi Spesialis 2 yaitu prodi Subspesialis Anestesiologi & Reanimasi, prodi Subspesialis Bedah Digestif, prodi Subspesialis Bedah Kepala Leher, prodi Subspesialis Ilmu Kesehatan Anak, prodi Subspesialis Obstetri dan Ginekologi, prodi Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam, prodi Subspesialis Psikiatri Anak dan Remaja, dan prodi Subspesialis Patologi Klinik.